Powered By Blogger

Jadwal Shalat

Paradigma Baru Manajemen Pendidikan


PERTIMBANGAN PARADIGMA BARU BAGI PENDIDIKAN
DI INDONESIA

Munculnya masalah dan isu global (Pelanggaran HAM, fenomena kekerasan, realitas multi budaya-etnik dan agama, anarkis, penyalah-gunaan narkotika dsb;
Belum terpenuhinya infrastruktur sekolah (kurangnya SDM pengelola dan guru)
Siswa kurang aktif, kreatif, mandiri dan berpikir problem solving dalam belajar.

Dalam upaya menjawab kebutuhan dan tantangan dunia global saat ini, paling tidak ada dua aspek dalam sistem pendidikan yang dapat kita jadikan bahan kajian dan kita gali untuk dilakukan perubahan menjadi paradigma baru yang berlaku.

1. Aspek pertama adalah dalam hal metode pembelajaran
Sejak dahulu metode pembelajaran kita selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan berlangsung satu arah (one way), kita sepakat bahwa metode ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan tanpa mengenyampingkan bahwa GURU itu tetap harus menjadi insan yang patut di Gugu dan di tiRu. Sudah saatnya kini orientasi berubah tidak hanya kepada satu sumber saja (Guru), tetapi harus dilakukan berorientai kepada siswa dan secara multi arah, dengan terjadinya proses interaksi ini diharapkan akan menstimulir para siwa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, proaktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya.

2. Aspek kedua adalah menyangkut manajemen lembaga pendidikan
Seperti kita alami selama ini dimana pada waktu sebelumnya sekolah hanya bergerak dan beroperasi sendiri-sendiri secara mandiri, maka dalam konteks pembelajaran masa kini dan kedepan setiap sekolah harus mempunyai dan membangun networking antar lembaga pendidikan yang dapat saling bertukar informasi, pengetahuan dan sumber daya, artinya sekolah lain sebagai institusi tidak lagi dipandang sebagai rival atau kompetitor semata tetapi lebih sebagai mitra (counterpart).

Memang jika kita pikirkan kembali kedua aspek paradigma baru ini dalam implementasinya tidak akan semudah seperti membalik telapak tangan, akan banyak ekses maupun aspek lainnya yang harus dipikirkan seperti misalnya berakibat akan adanya perubahan dan peran sebuah lembaga pendidikan yang selama ini kita pahami. Namun melalui konteks perubahan ini kelak akan jelas terlihat bagaimana sektor pendidikan akan dapat bersinergi dan seiring sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, pengetahuan dan bisnis sekalipun, karena ouput dari suatu pendidikan menjadi lebih berkualitas.

DARI TEACHING KE LEARNING

Latar belakang masalah :
Sebagian besar manusia belum bisa menggunakan dan memanfaatkan kehebatan potensi otak yang dimilikinya;
Sebagian besar manusia tidak mengerti dan tidak mengetahui cara memotivasi potensi yang terkandung di otak;
Keberadaan guru cenderung lebih banyak menghambat daripada memotivasi potensi otak (siswa harus mendengar, menerima dan mentaati segala perlakuan guru);
Apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah tidak integrative dengan kehidupan realistis sehari-hari;

Akibatnya :
- Siswa tidak memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat
- Lemah dalam penalaran;
- Memiliki sifat ketergantungan pada orang lain.

Solusinya :
1.Merubah Paradigma Teaching (mengajar) menjadi Learning (belajar); proses belajar
bersama antara guru dan murid. Hal ini sesuai dengan 4 visi pendidikan menuju abad
21versi UNISCO yang berdasarkan pada paradigma learning.
- Learning to think (belajar berpikir); siswa berani menyampaikan pendapat;
- Learning to do (belajar berbuat) yaitu keterampilan siswa dalam menyelesaikan
problem keseharian;
- Learning to live together (belajar hidup bersama); pembentukan kesadaran hidup,
bahwa hidup ini harus bermanfaat bagi orang lain;
- Learning to be (belajar menjadi diri sendiri); meiliki pribadi yang mandiri;
2.Pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik kognitif, akan tetapi juga
berorientasi pada kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, mampu mengambil
pelajaran dari pengalaman diri dan orang lain, mampu memanfaatkan alam sekitar,
dsb; sehingga siswa mampu mengembangkan sikap kreatif dan daya pikir imaginative.
3.Metode Guru dalam mengajar tidak lagi mementingkan “subject matter” (seperti
GBPP), akan tetapi justru mementingkan kebutuhan siswa.

IMPLEMENTASI PARADIGMA BARU MANAJEMEN PENDIDIKAN

Output yang bagaimana yang dapat kita harapkan dari suatu proses perubahan pendidikan dalam menuju kearah peningkatan kualitas adalah tergantung dari bagaimana kita mengimplemantisakan, dengan tetap berkomitmen dan berpegang pada aspek perubahan paradigma baru sistem pendidikan dan stressing nya difokuskan terhadap hal-hal berikut ini : (R.Eko Inrajit, 2006, Halaman 379)

1.Sistem Pendidikan harus diimplementasikan dengan berpegang pada prinsip “muatan
lokal, orientasi global”
2.Konten dan kurikulum yang dibuat harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa
(kognitif, afektif dan psikomotorik)
3.Proses belajar mengajar harus berorientasi pada pemecahan masalah riil dalam
kehidupan, tidak sekedar mengawang-awang (problem base learning)
4.Fasilitas sarana dan prasarana harus berbasis teknologi informasi agar dapat
tercipta jejaring pendidikan antar sekolah dan lembaga lainnya
5.Sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidkan harus mempunyai kemampuan
multi dimensi yang dapat merangsang multi intelejensia peserta didik
6.Manajemen pendidikan harus berbasis sekolah ? Sistem informasi terpadu untuk
menunjang proses administrasi dan strategis
7.Otoritas pemerintah daerah diharapkan lebih berperan dalam menunjang infrastruktur
dan suprastruktur pendidikan ? Sesuai strategi otonomi daerah yang diterapkan
secara nasional.

PENUTUP

Kita sepaham dan sepakat pada akhirnya bahwa “nasib” keberhasilan anak bangsa ini untuk dapat berkompetisi dan berhasil memenangkan persaingan di segala sektor di era global ini berada pada institusi pendidikan
Dalam upaya menciptakan keunggulan kompetitif ini, masyarakat perlu berpartisipasi secara aktif untuk dapat menumbuhkan dan menciptakan inovasi yang berharga bagi perkembangan dunia pendidikan, karena tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan nasional hanya akan menghasilkan output yang tidak mandiri, kurang percaya diri dan selalu akan tergantung pada pihak lain.

Dalam perspektif masyarakat terhadap pendidikan harus mampu menjembatani dan mengatasi kesenjangan antara proses, hasil dan pengalaman selama dibangku sekolah dengan kenyataan tuntutan hidup yang riil.

Dalam era globalisasi ini tantangan pendidikan menjadi tidak terbatas (waktu, lokasi dll), jika kita (masyarakat) berdiam diri dan tidak mempunyai keinginan untuk melakukan suatu perubahan kearah perbaikan, maka bersiap-siaplah kita sebagai bangsa akan termajinalisasikan secara alami

Sumber :
- http://edu-articles.com
judul : Menggugah Perspektif Masyarakat Terhadap Paradigma Baru Sitem Pendidikan
(Nasional)
- Drs. H. ARNADI ARKAN, M.Pd
Manajemen Pendidikan

UU Sisdiknas No.20 TH 2003 / Pasal 5 (4) ( Anak cerdas & berbakat dengan pendidikan khusus )


Dalam kegiatan mengajar, keberadaan siswa cerdas istimewa sering terabaikan. Hal ini disebabkan ketidakpahaman guru maupun sekolah dalam mengidentifikasi, memahami dan mengetahui berbagai hal tentang keberadaan siswa cerdas istimewa.

CERDAS ISTIMEWA?
Menurut Renzuli, anak cerdas istimewa adalah anak yang memiliki tiga komponen diatas rata-rata teman sebaya, yaitu Intellegence Quotient lebih dan sama dengan 130,Task Comitment dan Creativity Quotient diatas rata - rata (3). Dengan alat ukur ini maka siswa berhak mendapatkan pelayanan pendidikan khusus yang bersifat individual untuk lebih memaksimalkan kemampuan mereka. Masalahnya muncul karena masih banyak guru yang belum mengenal karakteristik anak cerdas istimewa dan bentuk pelayanan yang tepat untuk memaksimalkan potensi terpendam mereka. (amanat Undang-undang No.2 Th 1989 tentang Sisdiknas pasal 24 ayat 6 dan Undang-undang Sisdiknas No.20 Th 2003 pasal 5 ayat 4).

Guru dapat melakukan pengamatan dini dengan memperhatikan beberapa karakteristik seperti diatas. Beberapa karakteristik lainnya diantaranya adalah seperti yang diungkap Prof. Dr. S.C. Utami Munandar yaitu mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang macam-macam topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat. Namun selain karakteristik positif diatas, anak cerdas istimewa juga memiliki karakter negatif diantaranya tidak sabaran, tidak suka campur tangan orang lain, tidak suka hal yang rutin, sensitif dan menyukai berpikir kompleks.

BAGAIMANA MEMPERLAKUKAN MEREKA?
Karena mendapatkan pelayanan khusus merupakan hak mereka, maka semua sekolah wajib melakukan perbaikan dan pembenahan dalam menangani anak cerdas istimewa. Memang ada beberapa sekolah yang melaksanakan program akselerasi sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa, namun keberadaan mereka yang mungkin ada di setiap populasi (hasil penelitian menyebutkan 2 - 5 % dari jumlah populasi potensial cerdas istimewa) masih belum dapat merasakan pelayanan yang tepat, maka semua sekolah wajib memberikan layanan kepada mereka dengan maksimal.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pendampingan pendidikan kepada anak cerdas istimewa diantaranya adalah :
Pertama, kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional dan lokal yang telah dimodifikasi dengan memasukan unsur pengayaan, pendalaman dan pemilihan materi essensi sehingga kurikulum dapat bersifat fleksibel dan mampu merangsang daya kreatif siswa. Kurikulum ini disebut dengan kurikulum berdiferensiasi. Guru dituntut untuk dapat melakukan rekayasan kurikulum secara cerdas sehingga memungkinkan guru dan siswa melakukan improvisasi dalam kegiatan belajar.
Kedua, metode pembelajaran. Karena karakteristik anak cerdas istimewa salah satunya adalah cepat bosan dan senang melakukan proyek sendiri, maka guru dituntut untuk kreatif dan cepat tanggap terhadap tingkat kebutuhan siswa. Siswa cerdas istimewa cenderung mudah bosan dengan materi yang bersifat hapalan dan banyak menulis. Memberikan tugas atau proyek dengan skala besar dan membutuhkan perhatian yang ekstra dan menantang sangat digemari mereka. Misalnya menugaskan siswa untuk mempersiapkan materi tertentu untuk kemudian mereka presentasikan di depan teman-temannya.
Ketiga, evaluasi. Evaluasi siswa cerdas istimewa harus dibedakan dengan siswa lainnya. Untuk mereka guru tidak bisa hanya menggunakan satu jenis tes seperti "pen and paper test". Guru bisa menguji mereka dari kemampuan presentasi, cerita, pentas drama, proyek, lisan, quiz atau membaca buku dengan bobot nilai diperlakukan dengan ulangan harian. Untuk memberi score pun lebih baik tidak terpaku pada angka 100, namun guru dapat memberikan nilai 120 atau 130 apabiila siswa mampu memberi jawaban lebih dari yang diharapkan. Hal ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk meraih nilai optimal.

PENUTUP
Akhirnya, bagaimanapun sekolah dan guru harus mampu memberikan layanan pada siswa cerdas istimewa karena itu adalah hak bagi mereka. Juga keberadaan mereka yang selama ini termarginalkan dapat lebih eksis dan mampu menjadikan diri mereka sebagai asset bangsa di masa depan. Pelayanan kepada siswa cerdas istimewa ini pun sejalan dengan program pendidikan inklusi yang memberikan perlakukan sama kepada semua siswa dengan berbagai ciri dan karakter yang berbeda di semua sekolah.

Sumber Acuan :
homepage :
http://re-searchengines.com/imam0608.html

judul : Bagaimanakah Mengajar Anak Cerdas Istimewa