Jadwal Shalat
Aplikasi Booster Electrolyser ( Program Penghematan Bahan Bakar )
Tiap tahun volume kendaraan di Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan. Tahun lalu, menurut data Gaikindo terjual 607.805 unit mobil baru. Dan yang lebih mengejutkan, data AISI 2008 menyebutkan total penjualan sepeda motor mencapai 6,215 juta unit. Fakta ini, selain membawa manfaat pemasukan pajak kendaraan juga memunculkan sederet permasalahan yang tak kalah serius. Antara lain volume racun gas buang meningkat, kebutuhan bahan bakar semakin besar serta meluasnya kemacetan lalu-lintas.
Mengatasi dampak negatif akibat pertumbuhan kendaraan yang tidak terkontrol, rasanya tidak cukup hanya dengan mengandalkan peran pemerintah. Produsen kendaraan (ATPM) baik mobil ataupun sepeda motor, punya kewajiban moral untuk turut serta mengurainya. Tentunya dengan langkah yang tepat agar produsen tetap boleh memproduksi kendaraan sebanyak-banyaknya tetapi pencemaran lingkungan lebih terkendali dan pemakaian bahan bakar lebih diefisienkan.
Sedangkan tugas pemerintah adalah mengurai kemacetan dengan lebih agresif membangun infrastruktur jalan. Sehingga peningkatan volume kendaraan tiap tahun seimbang dengan luasan jalan yang tersedia. Toh untuk saat ini, rasanya belum adil jika harus menekan pemerintah untuk mengeluarkan regulasi pembatasan usia mobil. Sebab masih banyak masyarakat Indonesia yang belum merasakan memiliki mobil pribadi.
Menitik beratkan pada kewajiban moral produsen kendaraan dalam upaya mengurai permasalahan tadi, langkah tepat apa yang seharusnya mereka lakukan? Dengan tidak menutup mata, harus diakui hingga saat ini produsen kendaraan telah mengembangkan teknologi yang demikian hebat. Sebut saja mobil berteknologi hybrid, berbahan bakar hydrogen hingga fuel cell. Tapi sayangnya, teknologi kelas wahid tersebut masih sangat mahal. Di negara maju saja belum booming apalagi di negera berkembang seperti Indonesia.
Mungkin hanya mobil hybrid yang mendekati kenyataan untuk dijual di Indonesia yaitu Toyota Prius. Meskipun nantinya hanya segelintir orang yang mampu membeli karena sangat mahal untuk ukuran sedan seperti Prius. Andai saja pemerintah memberlakukan insentif buat mobil hybrid tanpa syarat, mungkin bisa lain ceritanya.
Inilah fakta, bahwa teknologi modern yang telah diciptakan pabrikan kendaraan belum memenuhi unsur ekonomis sehingga penyebarannya terhambat. Lantas, apakah arif jika pabrikan kendaraan hanya berhenti sampai di sini? Pastinya tidak. Sebab masih banyak cara lain yang masih sangat mungkin untuk diciptakan. Tentunya lebih ekonomis dan memberikan manfaat tidak kalah dengan teknologi yang ada saat ini, seperti mobil hybrid ataupun hydrogen.
Booster HHO
Sekitar pertengahan tahun lalu, Indonesia dihebohkan dengan beragam berita penemuan aplikasi bahan bakar air untuk mobil. Mulai dari penemuan Joko Suprapto dari Nganjuk yang mengklaim mampu mengubah air laut menjadi Premium. Dan ada dua penemuan di Yogyakarta yaitu Bahan Bakar Nusantara oleh BWK Adjikusumo dan Banyu Geni yang dipatenkan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Meskipun pada perkembangan selanjutnya, mereka tidak mampu membuktikan hasilnya alias omong kosong.
Penemuan lainnya yaitu sepeda motor berbahan bakar air karya Voll Johanes Bosco dari Palu, Sulawesi Tengah. Voll merancang pipa reaktor air yang dipasang pada motor. Selanjutnya, air dan bensin dimasukkan bersamaan ke dalam tangki dengan perbandingan 4:1. Ketika saya lakukan test, mesin bisa menyala tetapi kurang normal saat akselerasi. Menurut hemat saya, penemuan Voll tersebut lebih cocok buat mesin stasioner, seperti mesin pembangkit listrik.
Heboh berikutnya, pengembangan alat elektrolisa air (electrolyser) yang menghasilkan brown gas atau HHO (2 hidrogen dan 1 oksigen). Saat ini pengembangan alat electrolyser cukup banyak macamnya dan diperjualbelikan. Ada electrolyser buatan Joko Sutrisno (Yogyakarta), Hendry Martin (Jakarta) serta teori pembuatan electrolyser sudah ditulis dalam buku berjudul Brown Energy, Rahasia Bahan Bakar Air karya Poempida Hidayatullah dan F. Mustari.
Elektrolisa air (electrolyser) sendiri sudah mulai diteliti sejak abad 19 atau tepatnya 1884 silam. Prosesnya dengan mengalirkan listrik searah (DC) ke lilitan kawat yang memiliki desain tertentu. Lilitan kawat direndam air murni di dalam tabung tertutup. Ketika listrik mengalir, timbul magnet pada kawat dan menghasilkan gas HHO yang memiliki sifat mudah terbakar dan memiliki berton-ton energi.
Selanjutny gas HHO yang dihasilkan electrolyser dimasukkan ke dalam silinder sebagai tambahan gas pembakaran atau booster. Sehingga energi pembakaran yang dihasilkan mesin jauh lebih besar dibanding tanpa booster HHO. Yang perlu digarisbawahi bahwa gas HHO bukan sebagai pengganti bahan bakar bensin atau solar. Biaya untuk membuat unit electrolyser juga sangat murah. Di pasaran, alat ini dijual bervariatif antara Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu.
Hasil pengujian kendaraan yang telah mengaplikasi booster HHO juga cukup menjanjikan. Antara lain pemakaian bahan bakar (bensin/solar) menjadi lebih irit, emisi gas buang rendah, mesin lebih halus, ruang bakar bersih dan mesin lebih bertenaga. Redaksi Motor Plus pernah menguji Bajaj Pulsar 180 DTSi yang sudah memasang booster HHO, hasilnya 1 liter bensin tembus 266 km. Wou, luar biasa bukan?
Data pengujian lain seperti disajikan dalam buku Brown Energy yaitu pada Toyota Avanza tembus 1:18,07 km (std 1:13) atau terjadi penghematan 39,03%. Lalu pada Mitsubishi L300 terjadi penghematan 93,98% yaitu dari 1:12 km menjadi 1:23,27 km.
Electrolyser Versi ATPM
Saat ini alat electrolyser penghasil gas HHO banyak diperjualbelikan. Tentunya dengan beragam desain dan manfaat. Tetapi mereka rata-rata mengklaim alatnya mampu melakukan penghematan antara 30 hingga 100%. Melihat kenyataan ini, saya menjadi berpikir mengapa produsen kendaraan tidak melengkapi produknya dengan booster electrolyser?
Alasan saya sederhana, jika produsen rumahan saja bisa menghasilkan alat electrolyser yang berfungsi dengan baik maka pabrikan mobil/motor pasti akan bisa menghasilkan electrolyser yang jauh lebih bagus lagi. Karena pabrikan didukung oleh para ahli yang jumlahnya lebih banyak dan beragam.
Sekarang mari coba kita hitung terjadinya penghematan jika seluruh mobil dan motor baru yang laku tahun lalu (2008) sudah dilengkapi booster elektrolisa air. Katakanlah alat tersebut mampu menghemat 30%, tidak perlu sampai 100%.
Pemakaian bahan bakar untuk mobil baru 2008 sebanyak 607.805 unit adalah sebagai berikut. Untuk memudahkan penghitungan, kita asumsikan bahan bakar Premium (Rp 4500) dengan konsumsi rata-rata 1:12 km dan rata-rata jarak tempuh per hari 50 km. Artinya setiap mobil butuh 4,167 liter Premium per hari atau totalnya 2.532.723,4 liter (Rp 11.397.255.300). Dalam setahun (365 hari) kebutuhan bensin menjadi 924.444.041 liter atau jika diuangkan menjadi Rp 4.159.998.184.500.
Sedangkan pemakaian bahan bakar untuk sepeda motor baru 2008 sebanyak 6,215 juta adalah sebagai berikut. Bahan bakar Premium (Rp 4500), konsumsi rata-rata 1:30km dan jarak tempuh per hari 50 km. Artinya setiap motor butuh 1,67 liter Premium per hari atau totalnya menjadi 10.379.050 liter (Rp 46.705.725.000). Dalam setahun kebutuhan bensin untuk motor menjadi 3.788.353.250 liter atau kalau diuangkan Rp 17.047.589.625.000.
Sekarang mari kita hitung besarnya penghematan jika pasang booster electrolisa air. Asumsinya alat tadi mampu menghemat 30%. Untuk mobil baru terjadi penghematan Rp 4.159.998.184.500 x 30% = Rp 1.247.999.455.350. Sedangkan pada motor baru terjadi penghematan sebesar Rp 17.047.589.625.000 x 30% = Rp 5.114.276.887.500.
Total penghematan untuk mobil baru dan motor baru menjadi Rp 1.247.999.455.350 + Rp 5.114.276.887.500 = Rp 5.239.076.833.050 (lebih dari Rp 5,2 triliun). Penghematan ini dengan asumsi untuk kendaraan baru yang diproduksi 2008. Bagaimana jika tahun berikutnya semua kendaraan baru sudah dipasang electrolyser? Kesimpulannya, tidak ada alasan bagi ATPM untuk tidak mencoba meriset booster electrolyser untuk tambahan fitur pada produk baru mereka.
sumber :
http://otomotifnet.com/otoblog/index.php/2009/07/09/mendorong-atpm-mengaplikasi-booster-elektrolisa-air/
0 komentar:
Posting Komentar